Skip to main content
I. PENDAHULUAN
Bagi orang awam, mendengar zat kimia saja, mereka sudah beranggapan
bahwa itu adalah zat yang berbahaya, tetapi tanpa di sadarinya, di dalam
kehidupan sehari-hari kita bergelut dengan zat-zat kimia apakah itu
kebutuhan sehari-hari seperti makanan, minuman, pernafasan, pakaian,
obat-obatan, sabun, pasta gigi bahkan prosess dalam tubuh kita sendiri
juga berupa proses kimia, jadi dengan kata lain kita tidak bisa lari
dari zat kimia. Kenyataannya memang
zat kimia itu ada yang berfaedah buat kehidupan kita manusia tetapi juga
berbahaya bagi kehidupan kita manusia pada khususnya dan makhluk hidup
pada umumnya.
Disamping manfaat seperti disebutkan diatas, ada efek samping baik
secara langsung maupun secara tidak langsung yang dirasakan oleh
kehidupan manusia atau makhluk hidup lainnya, seperti buangan industri
yang dikenal dengan limbah industri, udara buangan dari sisa pembakaran
kendaraan bermotor yang menyebabkan polusi udara, nuklir yang bisa
mengancam ribuan umat manusia, sisa-sisa pemakaian rumah tangga dan
sebagainya.
II. BENDA
Sering kita mendengar dan melihat tentang benda, namun kadang-kadang
kita keliru dalam mendefinisikannya, apa sih benda itu, apa yang
dikatakan dengan benda, bagaimana rupa benda itu. kenapa?, karena benda
yang kita maksud hanya berupa benda yang bisa kita lihat dengan mata
kepala saja dan kita tak pernah tahu sama sekali bahwa ada benda lain
yang tidak pernah sama sekali kita lihat. Untuk lebih jelasnya dalam
mendefinisikan tentang benda maka dapat kita lihat dari hukum ketetapan
masa dibawah ini.
2.1.Hukum ketetapan masa
Pada tahun 1789 Antonius Lavoiser menyusun teori Yang bernama “
Hukum ketetapan masa” bunyinya sebagai berikut : Masa zat-zat sebelum
bereaksi sama dengan masa zat-zat sesudah bereaksi. Dengan kata lain
benda itu tidak dapat diciptakan dan tak dapat dimusnahkan, benda itu
menempati suatu ruangan atau tempat tertentu, dan benda itu tidak bisa
bertambah karena diciptakan ataupun berkurang karena dimusnahkan, dia
hanya bisa berubah bentuk dari bentuk yang satu kebentuk yang lain. Jadi
kesimpulannya bahwa definisi benda itu adalah sesuatu yang mempunyai
masa dan menempati ruangan.
Benda mempunyai tiga jenis keadaan fisika yakni berupa padat, cair
dan gas. Benda juga dapat mengalami perubahan fisika dan perobahan
kimia. Perubahan fisika merupakan perubahan yang terjadi pada benda dan
dapat kembali lagi kebentuk semula atau dengan kata lain perubahan yang
terjadi pada benda dan tidak disertai dengan terbentuknya zat baru,
contohnya Air membeku menjadi ES dan ES dapat lagi kembali menjadi cair.
Sedangkan perubahan kimia adalah perubahan yang terjadi pada benda dari
suatu bentuk kebentuk yang baru dan tidak dapat kembali lagi kebentuk
semula, contohnya kertas dibakar jadi abu, dan abu yang sudah terbentuk
tidak dapat lagi kembali menjadi kertas.
2.2. Unsur dan Senyawa
Benda tersusun dari unsur-unsur ataupun senyawa-senyawa, Menurut
Lavoiser, bahwa unsur adalah bagian terkecil dari suatu benda yang dapat
bergabung dengan unsur lain membentuk suatu senyawa, sedangkan senyawa
adalah gabungan dari dua atau lebih unsur. Jadi benda itu merupakan
suatu unsur atau berupa senyawa ataupun berupa campurannya.
Contoh Unsur : Carbon
Calcium
Clorine
Aluminium
Contoh Senyawa: H2O
CO2
H2SO4
2.3. Hukum Dalton
Menurut Joseph Proust (1754-1826), suatu zat murni mengandung jumlah
unsur yang sama dengan perbandingan massa unsur yang sama. Proust juga
meramalkan , bahwa dua unsur dapat saja membentuk lebih dari satu
senyawa. Teori ini diperkuat oleh John Dalton (1776-1844).
Menurut John Dalton: Bila dua unsur atau lebih dapat membentuk lebih
dari satu senyawa, maka perbandingan massa unsur-unsur yang berikatan
dengan massa yang sama (dari senyawa itu) akan merupakan suatu bilangan
bulat dan sederhana.
Pada tahun 1803, John Dalton juga menyusun sebuah hipotesa tentang unsur atau atom, yakni:
1. Benda tersusun dari paritkel-partikel kecil yang tidak dapat dipecah lagi, partikel kecil itu disebut juga dengan atom.
2. Atom dari unsur-unsur yang sama, mempunyai sifat fisika dan sifat
kimia yang sama. Sifat atom dari unsur satu berbeda dengan unsur yang
lain.
3. Perubahan kimia terjadi karena penggabungan antara atom atom,
penguraian senyawa menjadi atom-atom atau pertukaran tempat antara
atom-atom.
2.4. Simbol Atom
Untuk memudahkan dalam penulisan unsur-unsur kimia, maka Pada tahun
1814, Johs Berzelius (1779-1884) seorang ahli kimia yang berasal dari
Swedia, telah menciptakan symbol Atom, yang sampai sekarang masih tetap
dipakai. Cara penulisannya, adalah sebagai berikut : Simbol Atom diambil
dari huruf pertama dari nama unsur itu (dalam bahasa latin) dan ditulis
dengan huruf besar. Bila huruf pertama dari beberapa unsur itu sama,
maka symbol atom akan diikuti oleh huruf keduanya dan ditulis dengan
huruf kecil. Bila huruf pertama dan kedua juga sama maka symbol atom
akan diikuti oleh huruf ketiganya (ditulis dalam huruf kecil). Dan
begitu seterusnya.
Contoh:
Carbon ( C )
Calcium ( Ca )
Cadmium ( Cd )
Boron ( B )
Barium ( Ba )
Bismuth ( Bi )
Tapi ada beberapa pengecualian yang perlu diketahui yakni sodium,
potassium dan Tungsten, symbol symbolnya diambil dari bahasa Jerman
yakni Natrium (Na), kalium (K) dan Wolfram (W).
Tabel Nama dan simbol unsur-unsur kimia yang sering digunakan dalam ilmu kimia.
2.5. Masa Atom
Menurut Joseph Gaylussac (1778-1850), pada temperatur dan tekanan
yang konstan perbandingan volume-volume gas yang ikut ambil bagian dalam
suatu reaksi kimia merupakan suatu bilangan bulat dan sederhana.
Contoh : pada pembentukan 2 L air dibutuhkan 2 L hidrogen dan 1 L oksigen, maka perbandingan yang didapat ialah 2:2:1.
Selanjutnya, Amando Avogadro (1776-1856) menyusun hipotesa sebagai
berikut : pada temperatur dan tekanan yang sama gas-gas yang mempunyai
volume yang sama akan mengandung jumlah molekul yang sama.
Contoh : pada pencampuran 1 L hydrogen dengan 1 L klorin terbentuk 2
L hidrogen klorida. Karena perbandingan volume ialah 1:1:2, maka
perbandinngan banyaknya molekul juga 1:1:2. Supaya perbandingan
molekul-molekul ialah 1:1:2, maka 1 molekul hidrogen mengandung 2 atom
hidrogen, satu molekul klorin dan satu molekul hidrogen klorida
mengandung dua atom.
Hal Di atas dapat digambarkan sebagai berikut :
1 L hidrogen 1 L klorin 2 L hydrogen klorida
Dari bagan di atas didapatkan, jumlah atom kiri = jumlah atom kanan,
atau jumlah masa kiri = jumlah masa kanan (sesuai dengan hukum
ketetapan masa). Jadi :
1 H2 + 1 Cl2 2 HCl
Hal yang sama juga berlaku pada pembentukan kloroksida, 2 L
Kloroksida dibentuk dari 1 L klorin dan 1 L oksigen. Karena molekul
klorin terdiri dari dua atom (telah dibuktikan) dan perbadingan volume
yang diambil bagian dalam reaksi juga sama seperti bagan di atas, maka
satu molekul oksigen terdiri dari dua atom oksigen dan satu molekul
kloroksida terdiri dari dua atom. Karena itu :
1 H2 + 1 O2 ---à H2O
Pada pembentukan 2 L hydrogen dan 1 L oksigen, perbandingan molekul
nya adalah 2 : 2 : 1. Telah diketahui, satu molekul oksigen dan hydrogen
masing-masingnya mengandung dua atom. Berdasarkan hukum ketetapan masa :
jumlah atom/masa kiri = jumlah atom/masa kanan, didapatkan :
2 L hydrogen + 1 L oksigen 3 L air
2 Molekul hydrogen + 1 molekul oksigen 1 molekul air
4 atom hydrogen + 2 atom oksigen 6 atom
atau 1 molekul air mengandung 3 atom,yaitu 2 atom H dan 1 atom O.
2 H2 + O2 = 2 H 2 O
Selanjutnya dari percobaan lain juga diketahui, bahwa 8 g O2 dapat
bereaksi dengan 1 g H2 membentuk molekul air. Jadi dapat disimpulkan
seperti pada tabel dibawah ini:
Dengan perkataan lain, massa satu atom
O adalah 16 kali massa satu atom H. dikatakan massa satu atom O adalah
16 relatif terhadap massa atom hydrogen = 1. Selanjutnya H dipakai
sebagai standar massa atom. Hidrogen tetap digunakan sebagai standar
massa atom sampai tahun 1905. Dari tahun 1905 sampai 1961, oksigen
digunakan sebagai standar massa atom, sebab oksigen mudah membentuk
senyawa dengan unsur-unsur lain. Tapi mulai dari tahun 1961 sampai
sekarang, sebagai standar massa atom digunakan massa atom C. Hal ini
disebabkan karena massa atom yang digunakan orang kimia berbeda dengan
orang fisika. Untuk meniadakan perbedaan ini, walaupun kecil, maka
didapatlah kesepakatan untuk menggunakan massa atom C sebagai massa atom
standar.
2.6. Masa Molekul
Pada mulanya, hipotesa Avogadro tidak dapat diterima oleh para
Scientist. Hipotesa ini kemudian diterapkan oleh teman senegaranya,
Stanislao Cannizaro (1826-1910). Menurut Cannizaro, bila gas-gas pada
tekanan dan temperatur tertentu yang mempunyai volume yang sama akan
mempunyai banyak molekul yang sama, maka massa dari volume tersebut
tergantung pada massa molekul-molekul yang berada didalamnya. Dengan
cara ini Cannizaro dapat menentukan massa molekul (massa satu molekul)
atau massa atom dari berbagai gas.
Telah diketahui massa atom (massa satu atom) O adalah 16 kali massa
atom H. Bila H = 1, maka O = 16, maka massa relatif dari O2 ialah 32
(sebagai massa molekul O2).
Bila massa 1 L O2 dibandingkan dengan massa 1 L gas hidrokarbon pada
temperatur (T) dan tekanan (P) yang sama, maka massa molekul
hidrokarbon tersebut dapat ditentukan.
Contoh :
Pada P dan T tertentu, masa 1 L O2 = 1,30 g dan 1 L butana = 2,36 g. Tentukan masa molekul butana.
Jawab :
Banyaknya molekul O2 dalam 1 L O2 = banyaknya molekul butana dalam 1
L butana. Jadi banyaknya molekul O2 dalam 1,30 g = banyaknya molekul
butana dalam 2,36 g butana. Diketahui masa molekul O2 = 32, jadi faktor
konversi ialah :
32
1,30 g
Jadi masa molekul butana = 32 x 2,36 g = 58
1,30 g
Tabel di atas memperlihatkan, bila massa molekul suatu gas
hidrokarbon diketahui maka fraksi karbon dalam senyawa dapat ditentukan.
Dari tabel ini juga dapat dilihat bahwa massa atom karbon ialah 12 atau
kelipatan dari 12, maka massa atom karbon yang digunakan ialah 12.
Daftar massa atom karbon dari berbagai unsur dapat dilihat pada table
susunan berkala. Biasanya massa atom relatif ini ditulis tanpa satuan.
Tetapi secara umum, massa atom relatif diberi satuan sma (satuan massa
atom). Karena unsur –unsur karbon digunakan sebagai standar massa atom
relatif, maka satu sma adalah 1/12 kali massa atom karbon.
Tabel Penentuan massa atom relatif dari atom karbon.
*. Harga –harga ini didapat dari analisa elementer.
2.7. Formula Molekul
Untuk menyatakan komposisi bahan yang molekul-molekulnya terdiri
dari atom-atom yang lebih banyak, dipakai formula molekul, formula
molekul ini terdiri dari lambang unsur-unsur yang membentuk molekul
tersebut. Jumlah atom dari unsur tertentu ditulis dalam molekul sebagai
subscrib dibelakang lambang unsur itu, kecuali jumlah unsurnya satu.
Contoh:
CO2, H2O
Formula suatu molekul dapat memberikan gambaran tentang keadaan
suatu molekul dan bagaimana molekul itu ikut ambil bagian dalam suatu
reaksi. Bila massa atom masing-masing dapat ditentukan, maka jumlah atom
dalam molekul juga dapat dihitung, selanjutnya formula molekul dapat
diketahui.
Formula molekul ditentukan dari massa molekul dan persentase masing-masing unsur yang menyusun molekul itu.
Contoh:
massa V liter gas etana pada P dan T sama, dibanding dengan massa V
liter gas O2, yaitu 94 : 100. jadi massa molekul etana = 0,94 x 32 sma =
30 sma.
dari analisa elementer didapat bahwa etana ialah suatu senyawa
hidrokarbon yang mengandung 80% massa C dan 20 % massa H. Jadi massa C =
80/100x 30 sma = 24 sma, massa H = 20/100 x 30 sma = 6 sma.
Diketahui massa atom C =12, atau factor konversi 1 atom/12 sma. Jadi
jumlah atom karbon dalam etana = 1 atom/12 sma x 24 sma = 2 atom.
masa atom H =1, factor konversi = 1 atom/1 sma. Jumlah atom H dalam etana = 1 atom/1 sma x 6 sma = 6 atom
jadi formula molekul Etana adalah = C2H6
2.8. Valensi dan Bilangan Oksidasi
Untuk lebih memudahkan dalam penyusunan komposisi senyawa-senyawa
dan moleku-molekul, maka perlu kita pelajari konsep valensi . Untuk
mengenal valensi marilah kita tinjau senyawa-senyawa berikut ini,
seperti HCl, HBr, HI, H2O, H2S, H3N, H3P, H4C, H4Si dan sebagainya. Hal
ini terlihat bahwa Cl,Br dan I, mengikat satu atom hidrogen untuk
membentuk suatu senyawa yang stabil, sedangkan yang lain bergabung
membentuk dua Atom seperti O dan S, tiga atom seperti N dan P, empat
atom seperti C dan Si. Jumlah ini yang menyatakan salah satu ciri dari
valensi, jadi dapat dikatakan bahwa, atom Cl, Br dan I adalah unsur
bervalensi satu (monovalen), O dan S adalah bervalensi dua (bivalen), N
dan P adalah bervalensi tiga (tervalen) dan C dan Si adalah bervalensi
empat (tetravalen).
Jadi valensi suatu unsur adalah bilangan yang menyatakan berapa
banyak atom hidrogen atau atom lain yang ekuivalen dengan hidrogen,
dapat bersenyawa dengan satu atom dari unsur yang bersangkutan, valensi
unsur itu ditandai dengan dengan angka romawi dibelakang lambangnya,
seperti Cl(I), Br(I), N(III) atau superskrip, seperti ClI, BrI, NIII
2.9. Rumus bangun.
Dengan menggunakan konsep valensi, komposisi senyawa dapat
dinyatakan dengan rumus struktur (rumus bangun). Setiap valensi dari
suatu unsur bisa dianggap sebagai sebuah lengan atau kait, melalui mana
ikatan-ikatan kimia terbentuk. Tiap valensi dapat digambarkan sebagai
satu garis tunggal yang dilukis keluar dari lambang unsur itu, seperti :
H¾, Cl¾, O = , N
Maka rumus bangun senyawa-senyawa dapat dinyatakan sebagai berikut:
H¾Cl, H¾O¾H
2.10. Analisa Elemeter
Analisa elementer digunakan untuk menentukan unsur-unsur apa saja
yang menyusun suatu hidrokarbon. Dalam analisa elementer, senyawa
hidrokarbon (yang mengandung atom C dan H) bila dibakar dengan Oksigen
akan membentuk gas CO2 dan H2O.
Pemanas Penyerap H2O Penyerap CO2
Sebelum analisa, massa penyerap H2O dan CO2 ditentukan dulu,
sejumlah massa hidrokarbon ditimbang, dibakar dengan O2. Bila semua H2O
dan CO2 yang terjadi pada pembakaran telah terserap, massa penyerap
ditentukan kembali, perbedaan antara massa penyerap sebelum dan sesudah
percobaan ialah massa H2O dan massa CO2.
Contoh.
1 gram butana dibakar dengan O2 berlebihan, menghasilkan 3,03 gram
CO2 dan 1,55 gram H2O. Bila massa molekul butana = 58 sma, tentukan
formula molekul butana.
Jawab :
Diketahui: massa atom C = 12 sma
O = 16 sma
CO2 = (1x12 sma + 2 x 16 sma) = 44 sma.
Karena massa sebanding dengan massa atom/molekul, maka didapat factor konversi sbb :
12 gram C , maka masa C yang terdapat dalam3,03 g CO2 ialah
44 gram CO2
12,0 g C x 3,03 g CO2 = 0,826 g C.
44,0 g CO2
Masa molekul H2O = 2 x 1,0 sma + 1 x 16,0 sma = 18,0 sma. Faktor
konversi = 2,0 g H / 18,0 g H2O x 1,55 g H2O = 0,172 g H. Seharusnya
masa atom C + masa atom H = masa butana, tapi 0,826 g + 0,172 g = 1,00
g; melainkan 0,998 g. Di sini terdapat perbedaan sebanyak 0,002 g.
Perbedaan ini disebabkan oleh pembulatan bilangan yang dilakukan selama
perhitungan. Langkah selanjutnya ialah menentukan berapa persen atom C
dan atom H yang terdapat dalam butana.
0,826 g C
% C = x 100% = 82,6 %
1,00 g butana
0,172 g H
% H = x 100% = 17,2 %
1,00 g butana
Persen yang didapat ini berlaku untuk % massa atau % sma. Bila
dianggap mula-mula ada 100 sma (untuk butana) maka massa atom C = 82,6
sma dan massa atom H = 17,2 sma. Dengan menggunakan faktor konversi 1
atom C/ 12,0 sma dan 1 atom H/ 1,0 sma, maka
1 atom C
Jumlah atom C = x 82,6 sma = 6,88 atom C
12,00 sma
1 atom H
Jumlah atom H = x 17,2 sma = 17,2 atom H
1,00 sma
Perbandingan atom C : atom H = 6,88 : 17,2 = 2 : 5. Maka rumus
empiris butana ialah C2H5, dengan massa molekul = 2 x 12,0 sma + 5 x 1,0
sma = 29 sma. Diketahui massa molekul butana = 58 sma, maka formula
molekul butana ialah C4H10.
2.11. Penamaan senyawa-senyawa
Agar lebih memudahkan dalam menyebutkan suatu senyawa, maka perlu
kiranya memberikan nama terhadap senyawa tersebut, dalam pemberian nama
senyawa ini, ada dua cara yakni : secara sistematis dan secara trivial.
Secara trivial, adalah penamaan senyawa tidak berdasarkan pada jenis
unsur yang mengikatnya, misalnya dijumpai pada senyawa hydrogen, seperti
H2O (air), NH3 (amoniak) CH4 (metana). Secara sistematis senyawa dibagi
atas :
1. Senyawa binner, senyawa yang mengandung dua jenis unsur seperti :
MgO Magnesium oksida
Na2S Natrium sulfat
CaF2 Kalsium fluorida
KH Kalium hidrida
Jadi penamaannya adalah sedemikian rupa sehingga unsur yang bersifat
logam ditempatkan di depan dan unsur yang kurang bersifat logam
ditempatkan dibelakang dan diberi akhiran ida. Bila suatu unsur dapat
bereaksi dengan unsur lain membentuk lebih dari satu senyawa, maka
didepan yang berakhiran ida disisip awalan mono, di, tri, tetra dan
seterusnya, seperti:
CO karbon monoksida
. CO2 karbon dioksida
SO3 belerang trioksida
2. Asam ialah senyawa yang mempunyai rasa asam, dan dapat mengubah
lakmus biru menjadi merah, dan dapat menetralkan basa dan biasanya
senyawanya mengandung gugus H. Asam dibagi atas dua bagian : yakni
berupa senyawa biner dan juga berupa senyawa komplek.
Contoh :
HCl asam klorida HNO3 asam nitrat
Hbr asam bromida H2SO4 asam sulfat
H2S asam sulfida H3PO4 asam fosfat
Jadi, sebagai senyawa biner nama asam diberi akhiran ida.
3. Basa ialah senyawa logam yang mengandung gugus OH (hidroksida),
yang berasa pahit, dan dapat membirukan lakmus merah dan dapat
menetralkan asam.
Contoh :
NaOH Natrium hidroksida
KOH Kalium hidroksida
Al (OH)3 Aluminium hidroksida
Ca (OH)2 Kalium hidroksida
4. Garam ialah senyawa yang terbentuk dari reaksi antara asam dengan basa dan berasa asin.
asam + basa garam + H2O
HCl + NaOH NaCl + H2O
H2SO4 + 2KOH K2SO4 + 2H2
Garam dapat dibagi atas dua bagian sebagai senyawa biner (berakhiran
ida, seperti natrium klorida) dan sebagai senyawa komplek (seperti
kalium sulfat).
2.12. Campuran & zat murni.
Benda yang terdapat di alam biasanya berbentuk campuran. Campuran
dapat dibagi atas campuran homogen dan campuran heterogen. Campuran
Homogen adalah campuran dua atau lebih zat yang tercampur secara merata
dan tidak adanya bidang batas antara zat-zat tercampur (uniform), contoh
: air, gula. Sedangkan campuran heterogen adalah campuran dua atau
lebih zat-zat yang tercampur secara tidak merata dan ditandai adanya
bidang batas (tidak uniform) maka campuran yang didapat merupakan
campuran yang heterogen. Contoh : beton merupakan campuran heterogen
dari semen, kerikil dan pasir. Di sini masing-masing komponen yang
menyusun campuran masih dapat dibedakan oleh mata. Tapi tak selamanya
komponen-komponen penyusun campuran heterogen dapat dilihat mata seperti
campuran partikel-partikel atau molekul-molekul di udara.
Untuk menentukan sifat-sifat kimia dan fisika dari komponen-komponen
yang menyusun campuran, maka komponen-komponen penyusun campuran harus
dipisahkan terlebih dahulu, dari zat yang satu dengan zat yang lainnya
berdasarkan perbedaan sifat-sifat fisikanya.
Cara-cara pemisahan yang dapat ditempuh ialah :
1. Penyaringan : cara ini biasanya digabung dengan cara kristalisasi
kembali,dan digunakan untuk memisahkan zat padat murni dari
kotoran-kotorannya. Proses kristalisasi kembali dapat digambarkan
sebagai berikut :
Pemanasan Penyaringan Pendinginan Penyaringan
a b c d
Mula-mula zat padat yang mau dimurnikan dilarutkan dalam pelarut
tertentu, dipanaskan sedemikian rupa sehingga zat padat beserta sebagian
kotoran melarut, tapi kotoran-kotoran lainnya tidak larut (a). Kemudian
campuran ini disaring dalam keadaan panas, sehingga zat padat terlarut
(beserta sebagian kotoran terlarut) terpisah dari kotoran yang tak
larut. Kotoran yang tak larut ini akan tertinggal pada kertas saring
(b). Zat padat beserta kotoran-kotoran terlarut didinginkan dalam air es
(c). Diharapkan hanya zat padat yang diinginkan yang akan mengkristal.
Kemudian kristal dipisahkan dari pelarut (d) dengan jalan menyaring,
sehingga kotoran-kotoran terlarut tertinggal di dalam pelarut.
2. Destilasi : cara ini dapat digunakan untuk memisahkan cairan yang
satu dari yang lain. Prinsip destilasi ialah : Bila dua atau lebih
campuran cairan dipanaskan, maka cairan dengan titik didih yang paling
rendah akan menguap terlebih dahulu. Kemudian uap yang didapat,
didinginkan dan cairan yang terjadi dikumpulkan sebagai “hasil
destilasi”. (Gambar 1)
Hasil destilasi juga disebut “destilat”. Bila titik didih dari
cairan yang mau dipisahkan berdekatan satu sama lain , destilat yang
terjadi masih merupakan campuran dari dua jenis cairan tetapi prosentasi
campurannya lebih sedikit. Untuk memisahkan kedua cairan ini, destilat
yang didapat dipisahkan lagi dengan destilasi sehingga terjadi destilasi
kedua, begitu seterusnya. Metode ini disebut dengan Destilasi
bertingkat.
3. Kromatografi : Mulanya cara ini digunakan untuk memisahkan
pigmen-pigmen warna Yang terdapat dalam daun. Bila campuran cairan atau
gas dilalukan pada suatu zat penyerap, maka komponen-komponen campuran
akan diserap oleh adsorben. Seberapa jauh komponen itu dapat diserap
tergantung pada sifat-sifat fisika komponen tersebut. Bila campuran
cairan dilewatkan dalam kolom yang berisi adsorben, komponen yang
terserap terkuat akan teradsorbsi terlebih dahulu sehingga komponen
lainnya akan dilewatkan atau mengalir terlebih dahulu. Jadi makin lemah
cairan itu teradsorbsi makin cepat cairan itu mengalir. Bila komponen
cairan itu bewarna, maka akan kelihatan adanya pita-pita warna dalam
kolom.
III. PERSAMAAN REAKSI DAN STOICHIOMETRY REAKSI
3.1 Persamaan Reaksi
Persamaan reaksi dapat memberikan informasi tentang molekul-molekul
mana saja yang ikut bereaksi dan berapa banyak molekul yang ikut dalam
suatu reaksi.
Dalam reaksi kimia, molekul-molekul yang bereaksi disebut dengan
reaktan dan hasil reaksi disebut dengan produk. Bila menulis persamaan
kimia hendaknya memperhatikan hal-hal dibawah ini :
a. Karena rumus dari zat yang bereaksi berada di sisi kiri sebagai
reaktan dan rumus dari hasil-hasil reaksinya ada disisi kanan disebut
dengan produk, sisi-sisi ini umumnya tak dapat dipertukarkan satu sama
lain. Pada reaksi-reaksi kesetimbangan , dimana reaksi dapat berlangsung
dua arah, tanda panah rangkap(«) harus dipakai sebagai ganti dari tanda
“sama dengan” atau panah satu arah (®).
b. Rumus masing-masing zat yang dipakai dalam reaksi kimia, harus ditulis dengan benar.
c. Jika lebih dari satu molekul dari zat yang sama dalam reaksi itu,
maka harus ditulis bilangan stoichiometri yang sesuai dimuka rumusnya.
Bilangan ini merupakan faktor kelipatan yang berlaku untuk semua atom
dalam rumus itu (contoh nya 2H2O, berarti ada 4 atom H dan 2 atom O).
d. Persamaan kimia harus ditulis sedemikian rupa, sehingga memenuhi
hukum kekekalan masa, sehingga jumlah dari masing-masing atom adalah
sama pada kedua sisi
e. Jika partikel-partikel bermuatan, muatan ini harus ditunjukkan
dengan jelas dan benar-benar setimbang, jumlah muatan sebelah kiri harus
sama dengan jumlah muatan pada sisi kanan, Elektron sebagai suatu
partikel bermuatan, akan dinyatakan dengan “e- “.
Contoh pada pembakaran metana dengan oksigen, sebagai reaktannya
adalah metana dan oksigen, sedangkan produknya adalah Air dan Carbon
dioksida.
CH4 + O2 ------à CO2 + H2O
Reaksi diatas belum memenuhi hukum ketetapan masa atau dengan kata
lain reaksi diatas tidak dapat dikatakan sebagai persamaan reaksi,
karena jumlah atom sebelah kiri tidak sama dengan jumlah atom sebelah
kanan. Agar memenuhi hukum ketetapan massa, maka reaksi harus
diseimbangkan dengan menyamakan jumlah atom-atom yang berada disebelah
kiri dan sejenis dengan atom-atom sebelah kanan :
CH4 + 2O2 -----à CO2 + 2H2O
Reaksi diatas sudah seimbang dan jumlah atom-atom sebelah kiri sama
dengan jumlah atom atom disebelah kanan, hal ini sudah memenuhi hukum
ketetapan masa. Jadi reaksi diatas sudah bisa dikatakan dengan persamaan
reaksi.
Contoh: Selesaikan persamaan reaksi berikut ini:
Zn + H3PO4 ----à H2 + Zn3(PO4)2
Jawab:
Zn kiri =1, kanan = 3, maka Zn kiri dikali dengan 3
PO4 kiri = 1, kanan = 2, maka PO4 kiri dikali dengan 2
Sehingga didapatkan sbb:
3Zn + 2 H3PO4 -----à H2 + Zn3(PO4)2
kemudian langkah selanjutnya, H sebelah kiri = 6, maka H sebelah kanan dikalikan dengan 3, sehingga didapatkan persamaan sbb:
3Zn + 2 H3PO4 ----à 3H2 + Zn3(PO4)2
3.2. Stoichiometri reaksi
Perkataan stoichiometri berasal dari bahasa Yunani, yakni stoicheon
yang berarti unsur dan metron yang berarti mengukur. Jadi stoichiometry
reaksi berarti penentuan reaksi secara kuantitatif atau penentuan
koefisien reaksi.
Menurut stoichiometri reaksi, bahwa reaksi pembakaran metana dapat diartikan sebagai berikut:
CH4 + 2O2 ---------à CO2 + 2H2O
1 molekul CH4 + 2 molekul O2 -----à 1 molekul CO2 + 2 molekul H2O
12 + 4(1 sma) + 2( 2(16sma) ) -----à 12 + 2(16 sma) + 2 (1 sma ) + 16 sma
16 g + 64 g O2 ------à 44 g CO2 + 36 g H2O
3.3. Konsep mol
Telah diketahui, masa molar CH4 = 16 g dan mengandung No molekul
CH4, masa molar O2 = 16 g, tetapi juga mengandung No molekul O2 (
berdasarkan hipotesa Avogadro dan asumsi Cannizaro). Hal ini dapat
dibandingkan dengan apa yang didapat dalam kehidupan sehari-hari,
seperti satu lusin telur bebek mempunyai masa jauh lebih besar
dibandingkan dengan satu lusin telur ayam kampung, sedangkan jumlahnya
sama-sama 12 butir. Dalam ilmu kimia, kita menghitung dalam bentuk mol.
No = 6,022 x 1023 buah molekul
No disebut bilangan avogadro, sebab konsep mol ini diterangkan berdasarkan hipotesa avogadro,
Reaksi pembakaran metana dapat diartikan sebagai berikut:
CH4 + 2O2 -------à CO2 + 2H2O
1 liter 2 liter 1 liter 2 liter
16 sma 64 sma 44 sma 36 sma
16 g 64 g 44 g 36 g
1 mol 2 mol 1 mol 2 mol
3.4. Perhitungan stoichiometri
Hubungan antara massa suatu zat dengan mol zat, ditentukan oleh
massa atom/molekul zat tersebut. Untuk selanjutnya, massa atom /molekul
disingkatkan dengan BA/BM. (tak mempunyai satuan atau bersatuan sma).
Dan massa molar dinyatakan dengan m (mempunyai satuan g/mol). Dengan
perkataan lain, faktor konversi untuk massa molar ialah g/mol dan untuk
massa atom/molekul ialah sma/atom atau sma /molekul.
Contoh.
1. dit : - Berapa mol S terdapat dalam 50,0 gram S ?
Jawab : -
1. tentukan harga BA, harga BA = 32,1 sma.
2. tentukan harga m, m(S) =
- Vaktor konversi 32,1 g/1 mol
- Karena yang ditanya adalah mol, maka vaktor konversi menjadi
1 mol/32,1 g
3. kalikan vaktor konversi dengan harga yang diketahui,
jadi mol S adalah 1mol / 32,1 g x 50,0 gram = 1,56 mol.
2. dit. : - Tentukan massa 0,55 mol NaCl
Jawab : -
*. BM NaCl (23,0 + 35,5 sma/molekul ) = 53,5 sma
*. Vaktor konversi = 53,5 g/ 1 mol NaCl
*. Karena yang ditanya adalah gram, maka vaktor konversinya tetap
*. jadi massa NaCl = 53,5 g / 1 mol NaCl x 0.55 = 32,2 gram NaCl.
3.5. Reaksi – reaksi dalam larutan
Kebanyakan raksi-reaksi antara cairan dan padatan lebih mudah
terjadi bila zat-zat itu dilarutakan dalam pelarut tertentu. Hal ini
disebabkan karena , dalam larutan yang homogen, partikel-partikel
reaktan dapat tercampur dan saling berdekatan satu sama lain
dibandingkan dengan keadaan padat, cair atau dalam campuran heterogen.
Karena larutan adalah suatu campuran heterogen dan tak mempunyai
harga komposisi yang konstan, maka perlu diketahui berapa jumlah zat
yang dilarutkan dalam pelarut tertentu, selanjutnya zat padat yang
terlarut disebut dengan solut dan zat cair sebagai pelarut disebut
dengan solven.
Konsentrasi suatu larutan dinyatakan sebagi perbandingan antara
banyaknya solut terhadap banyaknya solven atau terhadap banyaknya
larutan.
Dibawah ini dijelaskan beberapa jenis konsentrasi yang dikenal antara lain adalah :
Persen masa : yaitu masa zat terlarut per 100 gram masa larutan.
Contoh : Larutan yang mengandung 10% glukosa dalam air mempunyai
arti sbba; 10 gram glukosa dalam 100 gram larutan atau 10 gram glukosa
dalam 90 gram air .
Molaritas (M) : adalah jumlah mol solut( zat ) dalam 1 liter larutan.
M = mol solut/ 1 liter larutan
Contoh : Berapa mol NaOH terdapat dalam 225 ml larutan NaOH 0,35 molar (M).
Jawab :
Volume larutan : 225 ml = 0.225 liter
M = mol NaOH / 1 liter larutan x 0,225 liter
Mol NaOH = M/0,225
= 0.35 molar/ 0,225
= 0,079 mol NaOH
Pengenceran adalah suatu metoda untuk menurunkan konsentrasi larutan
dari konsentrasi pekat ke konsentrasi kurang pekat dengan jalan
penambahan sejumlah tertentu pelarut
3.6. Titrasi
Jumlah produk atau reaktan suatu reaksi dapat ditentukan dari
stoichiometri reaksi, sehingga bila masa reaktan yang ikut ambil bagian
dalam suatu reaksi diketahui, maka masa produk dapat dihitung. Prinsip
yang sama juga berlaku pada titrasi. Tapi pada titrasi yang diketahui
bukanlah masa zat, melainkan volume dan konsentrasinya.
Pada titrasi, ada dua jenis larutan yakni larutan standar atau
larutan pentiter dan larutan sample, larutan standar adalah larutan yang
konsentrasinya telah diketahui, biasanya larutan standar dipakai
sebagai larutan pentiter dan diletakan pada buret. Sedangkan larutan
yang dititer (sample) atau larutan yang akan dicari konasentrasinya
ditempatkan pada Erlenmeyer.
Contoh : larutan HCl dititrasi dengan larutan NaOH.
HCl + NaOH ------> NaCl + H2O
Pada titik ekivalen, jumlah mol NaOH yang ditambahkan akan sama
dengan jumlah mol HCl. Maka Sesudah reaksi akan didapatkan hanya NaCl.
Disini dikatakan” Titik ekivalen sama dengan titik netralisasi. Untuk
menentukan titik ekivalen suatu titrasi, maka kedalam erlemeyer
ditambahkan sejumlah indicator( suatu zatu warna yang dapat berubah
warna pada titik ekivalen).
Contoh 1. Pada titrasi, 25,0 ml larutan HCl membutuhkan 35,6 ml larutan NaOH 0,1 M. Tentukan Molaritas larutan HCl.
Jawab:
Pada titik ekivalen, mol NaOH yang ditambahkan sama dengan mol HCl, maka
~ Cari dulu mol NaOH, M = mol NaOH/1000 ml larutan
0,1 = mol NaOH /0,0356 l
mol NaOH = 0.00356 mol
~ Karena mol HCl = mol NaOH
Maka molaritas HCL, M = mol Hcl / 1000 ml larutan
M = 0.00356 / 0.025 l
M = 0.146 molar
Contoh 2. 50 ml larutan NaOH dapat dinetralkan oleh 42,5 ml H2SO4 0,05 M, tentukan harga MNaOH.
Jawab:
2 NaOH + H2SO4 -----à Na2SO4 + 2 H2O
~ Pada titik ekivalen, 2 mol NaOH yang ditambahkan sama dengan 1 mol H2SO4, maka
~ Cari dulu mol H2SO4, M = mol H2SO4/1l larutan
0,05 = mol H2SO4/0,0 425 l
mol H2SO4 = 0.002125 mol
~ Karena mol H2SO4 = 2 mol NaOH, jadi mol NaOH = 0.0425 mol
Maka molaritas NaOH, M = mol NaOH l / 1000 ml larutan
M = 0.00425 / 0.050 l
M = 0.085 molar
III. GAS
3.1. Sifat-sifat gas
Sifat-sifat gas jauh berbeda dengan sifat-sifat cair maupun padat. Perbedaan ini dapat dilukiskan sebagai berikut :
Gas dengan masa yang sama dengan masa cair atau padat akan menempati
ruangan yang jauh lebih besar dibanding dengan cair atau padat.
Gas tidak mempunyai volume tertentu, sedangkan zat cair dan padat mempunyai volume tertentu.
Gas tidak mempunyai bentuk, gas akan mengisi seluruh ruangan, bentuk
gas ditentukan oleh bentuk ruangan, hal yang sama terjadi pada cairan.
Bentuk cairan ditentukan oleh wadah dimana cairan itu berada. Tapi zat
padat mempunyai bentuk.
Gas dapat berdifusi yang menghasilkan bau-bauan yang dapat menyebar keseluruh ruangan.
Gas mudah dimampatkan, sedangkan cairan dan padat sulit.
3.2. Tekanan Atmosfir (udara )
Karena gaya tarik grafitasi bumi, gas-gas yang berada di atmosfir
akan tertarik ke permukaan bumi. Dengan perkataan lain, gas yang berada
diudara itu mempunyai masa. Oleh sebab itu gas-gas ini dapat melakukan
suatu tekanan atmosfir.
Hal ini telah dibuktikan oleh Evangelista Torricelli (1608-1647) dari percobaan berikut:
BAROMETER
Mula-mula tabung gelas yang panjangnya 1 m, yang salah satu ujungnya
tertutup, diisi dengan air raksa. Kemudian tabung itu dibalikan dalam
bak yang berisi air raksa, sehingga ujung tertutup menjulang keatas.
Ternyata air raksa dalam tabung tak mau turun ke bak, disamping itu
bagian atas tabung tetap kosong. Bila percobaan ini dilakukan diatas
laut, tinggi air raksa dalam tabung ialah 76 cm. Tapi bila dilakukan
diatas bukit, maka tinggi air raksa didalam tabung akan kurang dari 76
cm.
Menurut torricelli tekanan udara(atmosfir) yang menekan bagian bak
terbuka dari barometer akan mengakibatkan naiknya air raksa dalam tabung
gelas. Jadi tingginya permukaan air raksa dalam tabung akan sama dengan
besarnya tekanan udara. Bagian yang kosong yang terletak dibagian atas
barometer itu, merupakan ruangan hampa yang mengandung hanya beberapa
molekul air raksa dalam bentuk uap.
Tekanan didefinisikan sebagai besarnya gaya yang bekerja per satuan
luas, misalnya tekanan diukur dalam kg/m2(satuan SI), N/m2 atau
pa(pascal).
1 N/m2 = 1 pa
1 atmosfir didefinisikan sebagai tekanan udara pada permukaan laut
pada 0 oC. Berdasarkan percobaan Torricelli didapatkan tinggi air raksa
dalam barometer pada permukaan laut ialah 76 cm = 760 mm. Jadi 1
atmosfir sama dengan 760 mm Hg = 760 torr ( torr berasal dari nama
penemunya yakni torricelli )
1 mm Hg = 1 torr
1 atm = 760 mm Hg = 760 torr
3.3.Hubungan antara tekanan dan Volume gas
Pada tahun 1660, Robert Boyle menyusun suatu hukum yang dikenal
sebagai hukum boyle yang bunyinya: pada tempratur konstan, volume suatu
gas berbanding terbalik dengan tekanan yang dilakukan pada gas tersebut.
Jadi :
V ¥ 1/p
Sehingganya, bila tekanan diperbesar, volume akan menjadi kecil dan sebaliknya
1/p
p
VPernyataan hokum Boyle dalam grafik.
Koefisien arah = k
V
Grafik v melawan 1/p merupakan grafik garis lurus dengan koefisien
arah = k. hokum Boyle ini berlaku pada tempratur tetap, bila tempratur
berubah, energy kinetik rata-rata molekul akan berubah,sehingga aluran
antara v dengan 1/p memberikan harga koefisien arah k yang berbeda. Jadi
harga k tergantung pada ukuran dari partikel-partikel gas tersebut.
Bentuk lain dari hokum Boyle : P1.V1 = P2.V2
Contoh 1. Selama percobaan dengan suhu konstan, mula-mula 360 ml gas
ditekan dengan tekanan sebesar 625 torr dan kemudian dinaikan tekanan
menjadi 750 torr, berapa volume gas.
Jawab: P1.V1 = P2.V2
V2 = P1.V1/P2
V2 = 625 torr.360 ml/750 torr
V2 = 300 ml
Contoh 2. Gas bertekanan 5 atm dan suhu 0 oC mengisi ruangan 100 l,
berapa tekanan dibutuhkan untuk menekan gas tersebut sehingga volumenya
menjadi 30 l dan suhunya 0 oC
Jawab :
P2 = P1.V1/V2
P2 = 5 atm x 100 l / 30 l
P2 = 16,7 atm
3.4.Hubungan antara tempratur dan volume gas
Pada tahun 1787 Jacques Charles (1746-1823) menyusun hukum yang
bunyinya ; “ Pada tekanan konstan, volume suatu gas berbanding lurus
dengan tempratur gas (tempratur dalam K)”
V ¥ T atau V = kT
T (K)
Kemiringan = k
Vk ialah suatu konstanta, semakin tinggi suhu gas makin besar volume
ruangan yang akan diduduki oleh gas tersebut. Sedangkan masa gas tak
akan dipengaruhi oleh perubahan suhu, maka kerapatan gas akan berkurang
dengan naiknya suhu. Dengan perkataan lain, gas yang akan bersuhu tinggi
akan naik keatas.
Pada tahun 1802, Joseph Gay-lussac (1778-1850) menyatakan :
pertambahan volume gas per kenaikan tempratur sebesar 1o K pada P
konstan ialah 1/273 kali volume gas semula.
Hukum Charles dapat ditulis sbb:
V1 = V2
T1 T2
Contoh 3. Pada suhu 100 oC, balon yang bervolume 500 ml mempunyai tekanan sebesar 1 atm. Berapa volume balon pada suhu 0 oC.
Jawab: V2 = V1 . T2
T1
V2 = 500 ml x 273 K
373 K
V2 = 366 ml
3.5. Energy kinetik dari moleku-molekul gas
Temperatur merupakan ukuran energy kinetik rata-rata dari
moleku-molekul gas. Bila tempratur dinaikan, energy kinetik juga
bertambah, energy kinetik rata-rata dari molekul dinyatakan dalam KE =
(1/2) mv2 , jadi bila tempratur diperbesar maka v juga akan besar. Makin
besar kecepatan molekul, makin lebih sering molekul itu bertabrakan
dengan dinding bejana. Bila tempreratur diperkecil, kecepatan gerak
molekul akan menurun dan pada suatu saat akan sama dengan nol, hal ini
terjadi pada 0 °K. oleh sebab itu 0°K disebut suhu nol absolut.
3.6.Hukum gas ideal
Penggabungan hukum boyle dan hukum Charles menghasilkan suatu hukum baru yang dikenal sebagai hukum gas Ideal.
PV = k atau
T
P1V1 = P2V2
T1 T2
Persamaan ini disebut dengan persamaan gas ideal dan dapat digunakan
untuk gas-gas yang temperaturnya tak begitu rendah dan tekanannya kecil
dari 10 atm.
Contoh 4. tentukan volume gas O2 pada 0 °C dan 760 torr bila pada
suhu 35 °C dan tekanan 800 torr gas itu menempati ruangan sebesar 462
ml.
Jawab. Karena suhu dan tekanan cukup rendah, maka persamaan gas ideal dapat digunakan.
V2 = P1.V1.T2
P2.T1
V2 = 800 torr x 462 ml x 273 K
760 torr x 308 K
V2 = 431 ml
Menurut hipotesa Avogadro, pada P dan T yang sama, volume gas yang
sama akan mengandung banyak moleku gas yang sama pula. Jadi V ¥ n.
Diketahui: PV/T = k, maka
PV = nR atau
T
PV = nRT
Persamaan ini dikenal dengan persamaan gas ideal, dan R disebut sebagai tetapan molar gas.
Contoh 5. Diketahui 0,25 mol gas A pada 25 °C dan 0,8 atm mempunyai volume sebesar 7,65 l. tentukan harga R.
Jawab : R = PV
nT
R = 0,8 atm x 7,56 l
0,25 mol x 298 K
R = 0,08206 l atm /mol K
IV. REAKSI PENGENDAPAN
4.1 Kelarutan endapan
Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase pada
keluar dari larutan. Endapan mungkin berupa kristal atau koloid dan
dapat dikeluarkan dari larutan dengan penyaringan atau pemusingan
(centrifuge) Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan
zat yang bersangkutan. Kelarutan suatu endapan sama dengan konsentrasi
molar dari larutan jenuhnya. Kelarutan tergantung pada berbagai kondisi,
seperti suhu, tekanan, konsentrasi bahan-bahan lain dalam larutan dan
komposisi pelarutnya.
Perubahan kelarutan dengan tekanan tak mempunyai arti penting yang
praktis dalam analisis anorganik kualitatif, karena semua pekerjaan
dilakukan dalam bejana terbuka pada tekanan atmosfir, perubahan tekanan
yang sedikit dari tekanan atmosfir tak mempunyai pengaruh yang berarti
atas kelarutan, tetapi kelarutan sangat dipengaruhi oleh perobahan suhu.
Dapat dikatakan dengan pertambahan suhu, kelarutan endapan akan semakin
besar.
Kelarutan bergantung juga pada sifat dan konsentrasi zat-zat lain,
terutama ion-ion dalam campuran itu. Ada perbedaan yang menyolok antara
efek dari apa yang disebut ion sekutu dan ion asing. Ion sekutu adalah
suatu ion yang juga merupakan salah satu bahan endapan. Misalnya perak
nitrat, baik ion perak maupun ion chlorida merupakan ion sekutu, tetapi
semua ion lainnya merupakan ion asing. Umumnya dapat dikatakan bahwa
kelarutan suatu endapan berkurang jika salah satu ion sekutu terdapat
berlebih dalam larutan. Tetapi sebaliknya, jika didalam larutan terdapat
ion asing, maka kelarutannya akan bertambah.
4.2 Hasil kali kelarutan
Larutan jenuh suatu garam merupakan suatu system kesetimbangan
terhadap hukum kegiatan masa. Misalnya ,jika endapan perak klorida ada
dalam kesetimbangan dengan larutan jenuhnya, maka kesetimbangan yang
berikut terjadi:
AgCl « Ag+ + Cl-
Ini merupakan kesetimbangna heterogen, karena AgCl ada dalam fase
padat, sedangkan ion-ion Ag+ dan Cl- ada dalam fase terlarut. Tetapan
kesetimbangan dapat ditulis sbb:
K = (Ag+ ) (Cl-)
(AgCl)
Konsentrasi perak klorida tidak berobah dan karenanya dapat
dimasukan kedalam suatu tetapan baru, yakni Ks yang dinamakan dengan
Hasil kali kelarutan:
Ks = (Ag+ ) (Cl-)
Contoh 1. Suatu larutan jenuh perak klorida mengandung 0,0015 gram zat terlarut dalam 1 liter. Hitung hasil kali kelarutan
Jawab: ~ masa molekul relatif AgCl = 143,3
~ kelarutan AgCl adalah : (AgCl) = 0.0015
143.3
= 1,045 x 10-5 mol/l
~ dalam larutan jenuh, dissosiasi adalah sempurna :
AgCl ® Ag+ + Cl-
1,045 x 10-5 1,045 x 10-5 1,045 x 10-5 mol/l
~ Konsentrasi (Ag+) : 1,045 x 10-5 mol/l
( Cl- ) : 1,045 x 10-5 mol/l
~ Formula diketahui Ks = (Ag+ ) (Cl-)
Ks = 1,045 x 10-5 mol/l x 1,045 x 10-5 mol/l
Ks = 1,1 x 10-5 mol/l
Contoh 2. Hitung hasil kali kelarutan dari perak kromat. Diketahui
bahwa 1 liter larutan jenuh mengandung 3,57 x 10-2 gram bahan terlarut.
Masa molekul relatif dari AgCrO4 adalah 331,7.
Jawab: ~ Kelarutan Ag2CrO4 = 3,57 x 10-2
331,7
= 1,076 x 10-4 mol /liter
~ Disosiasi Ag2CrO4 « 2 Ag+ + CrO42-
1,076 x 10-4 2 x 1,076 x 10-4 1,076 x 10-4
~ Konsentrasi kedua ion (Ag) : 2,152 x 10-4 mol /liter
(CrO4) : 1,076 x 10-4 mol /liter
~ Hasil kali kelarutan
Ks = (Ag)2 (CrO4)
Ks = (2,152 x 10-4 ) 2 x 1,076 x 10-4 mol /liter
Ks = 5,0 x 10-12 mol /liter
4.3 Struktur Morfologi dan Kemurnian Endapan
Pengendapan mungkin adalah metode yang paling sering dipakai dalam
praktek analisis kualitatif. Timbulnya endapan sebagai hasil penambahan
suatu reagensia tertentu dapat dipakai sebagai uji terhadap suatu ion
tertentu. Dalam hal demikian, kita cukup hanya mengamati, apakah endapan
yang terbentuk mempunyai warna dan penampilan umum yang tepat, dan
kadang-kadang menguji lagi dengan reagensia-reagensia lebih lanjut,
dengan mengamati efeknya terhadap endapan. Namun pengendapan juga bisa
digunakan untuk pemisahan. Dengan cara reagensia yang sesuai ditambahkan
yang membentuk endapan, kemudian endapan disaring dan dicuci. Sebagian
ion tetap terlarut, sedangkan yang lainnya dapat ditemukan dalam
endapan.
Kemudian suatu endapan dapat disaring dan dicuci tergantung sebagian
besar pada struktur morfologi endapan, yaitu pada bentuk dan ukuran
kristal-kristalnya. Jelaslah makin besar kristal-kristal yang terbentuk
selama berlangsungnya pengendapan, makin mudah mereka dapat disaring.
Bentuk kristal juga penting, struktur yang sederhana, seperti kubus,
octahedron atau jarum-jarum, lebih mudah di murnikan, sedangkan struktur
yang komplek yang mengandung lekuk-lekuk dan lubang-lubang, akan
menahan cairan induk sehingga sulit dimurnikan.
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan tergantung terutam
pada dua factor, yakni laju pembentukan inti dan laju pertumbuhan
kristal.
Laju pembentukan inti dapat dinyatakan dengan jumlah terbentuknya
dalam suatu waktu. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali
kristal yang akan terbentuk. Laju pembentukan inti tergantung pada
derajat lewat jenuh (supersaturation) dari larutan.
Laju pertumbuhan kristal merupakan aktor lainnya yang mempengaruhi
ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung, jika laju
ini tinggi, kristal yang besar-besar terbentuk. Laju pertumbuhan kristal
juga tergantung pada derajat lewat jenuh
4.4 Keadaan Koloid
Dalam analisa kualitatif, kadang-kadang terjadi, bahwa zat tak
muncul sebagai endapan ketika pereaksi-pereaksi terdapat dalam
konsentrasi sedemikian, sehingga hasil kali kelarutan zat itu telah jauh
dilampaui, Karena partikel-partikel yang dihasilkan sngat halus
sehingga tidak muncul sebagai endapan, partike-partikel ini ada dalam
keadaan koloid. Bila hydrogen sulfida dialirkan melalui larutan arsenik
(III) oksida yang telah didinginkan, tak ada endapan yang dapat
dibedakan. Hanya adanya warna kuning tua dan bila dipandang dengan
cahaya terpantul akan terlihat adanya kabut. Jika berkas cahaya yang
kuatkan dilewatkan pada larutan dan larutan ini diamati dengan mikroskop
yang tegak lurus terhadap cahaya masuk, akan terlihat pembauran cahaya
(titik-titik terang dengan latar belakang gelap). Pembauran cahaya ini
ternyata disebabkan oleh terpantulnya cahaya oleh partikel-partikel yang
tersuspensi dalam larutan. Pembauran cahaya ini disebut efek tyndall.
Larutan lain yang juga ditemukan dalam analisa kualitatif meliputi
hidroksida-hidroksida dari besi(III), kromium(III) dan aluminium(III),
sulfida-sulfida dari tembega(II), mangan(II) dan nikel(II), perak
klorida dan asam silikat.
V. REAKSI PEMBENTUKAN KOMPLEK
5.1. Pembentukan komplek.
Dalam pelaksanaan analisis anorganik kualitatif banyak digunakan
reaksi-reaksi yang menghasilkan pembentukan kompleks. Suatu molekul
komplek terdiri dari satu atom pusat dan sejumlah ligan yang terikat
erat dengan atom pusat. Jumlah relatif komponen-komponen ini dalam
komplek yang stabil nampak mengikuti stoichiometri yang sangat tertentu,
meskipun ini tak dapat ditafsirkan didalam lingkup konsep valensi yang
klasik. Atom pusat ini ditandai oleh bilangan koordinasi, suatu angka
bulat yang menunjukan jumlah ligan (monodentat) yang dapat membentuk
komplek yang stabil dengan satu atom pusat.
Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang tersedia sekitar
atom pusat yang masing-masingnya dapat dihuni oleh satu
ligan(monodentat). Susunan logam-logam sekitar ion pusat adalah
simetris. Jadi suatu komplek dengan satu atom pusat dengan bilangan
koordinasi 6, terdiri dari ion pusat, dipusat suatu octahedron, sedang
keenam ligannya menempati ruang-ruang yang dinyatakan oleh sudut-sudut
octahedron itu. Bilangan koordinasi 4 biasanya menunjukan suatu susunan
simetris yang berbentuk tetrahedron, meskipun susunan yang datar, dimana
ion pusat berada dipusat suatu bujur sangkar dan keempat ion menempati
keempat sudut bujursangkar itu, adalah juga umum.
Ion-ion dan molekul anorganik sederhana seperti NH3,CN-,Cl-. H2O
membentuk ligan monodentat, yaitu suatu ion atau molekul menempati salah
satu ruang yang tersedia sekitar ion pusat dalam bulatan koordinasi,
tetapi ligan bidentat (seperti ion dipiridil), tridentat dan juga
tetradentat dikenal orang. Komplek yang terdiri dari Ligan-ligan
polidentat sering disebut sepit (chelate). Nama ini berasal dari kata
yunani untuk sepit kepiting, yang menggigit sesuatu objek seperti
ligan-ligan polident itu menangkap ion pusatnya.
Rumus dan nama beberapa ion komplek adalah sebagai berikut :
[Fe(CN)6]4- Heksasianoferat (II)
[Fe(CN)6]3- Heksasianoferat (III)
[Cu(NH3)4]2+ Tetraaminakuprat(II)
[Cu(CN) 4]3- Tetrasiannokuprat(III)
[Co(H2O) 6]3+ Heksakuokobaltat(III)
[Ag(CN) 2]1- Disianoargentat(I)
[Ag(S2O3) 2]3- Ditiosulfatoargentat(III)
Dari contoh-contoh ini, kaedah tatanama nampak jelass. Atom pusat
seperti Fe, Cu, Co, dan Ag diikuti olah rumus ligan (CN, NH3, H2O dan
S2O3) dengan bilangan indeks stoikiometri yang dalam hal ligan
monodentat adalah sama dengan bilangan koordinasi. Rumus ini ditaruh
antara tanda kurung siku-siku dan muatan ionnya ditunjukan diluar tanda
kurung itu menurut tanda biasa. Bila menyatakan konsentrasi komplek akan
dipakai tanda kurung tipe { } untuk menghindari kekeliruan. Dalam nama
ionnya mula-mula dinyatakan jumlah (bahasa yunani) ligan, lalu nama
ligan diikuti oleh nama atom pusat serta bilangan
oksidasinya(valensinya).
Kaedah-kaedah valensi yang klasik tak berlaku untuk ion kompleks.
Untuk menjelaskan sifat-sifat khas dari ikatan kimia dalam ion komplek,
berbagai teori telah dikembangkan. Sejak tahun 1893, A. Werner
mengemukakan pendapatnya, bahwa selain valensi normal, unsur memiliki
velensi sekunder, yang digunakan bila ion komplek dibentuk. GN. Lewis
1916, ketika menguraikan teorinya tentang ikatan-ikatan kimia yang
didasarkan atas pembentukan pasangan-pasangan electron, menerangkan
pembentukan komplek terjadi karena penyumbangan suatu pasangan electron
seluruhnya oleh suatu atom ligan kepada atom pusat. Apa yang disebut
ikatan datif ini kadang-kadang dinyatakan dengan sebuah anak panah, yang
menunjukan arah penyumbangan electron. Dalam rumus bangun ion
tetraaminakuprat(II).
NH3
[H3N®Cu¬NH3 ]
NH3
Anak panah menunjukan bahwa sepasang electron electron disumbangkan
oleh setiap ion nitrogen kepada ion tembaga. Meskipun teori lewis
memberi penjelasan yang luas tentang struktur kimia dengan
ungkapan-ungkapan yang sederhana, untuk dapat mengerti dengan lebih
mendalam sifat-sifat dari ikatan kimia itu diperlukan perumusan teori
yang baru. Diantara ini adalah teori medan ligan, yang menjelaskan
pembentukan komplek atas dasar sekeliling bulatan sebelah dalam dari
atom pusat. Medan ligan menyebabkan penguraian tingkatan energy unutk
menstabilkan komplek itu (energy stabilisasi medan ligan). Unutk
mempelajari teori medan ligan lebih terperinci, hendaklah dibaca buku
pelajaran yang lebih sesuai.
Muatan suatu ion komplek merupakan jumlah muatan ion-ion yang membentuk kompleks itu :
Ag+ + 2CN- ® [ Ag(CN)2]-
Cu2+ + 4CN- ® [ Cu(CN)4]2-
Fe2+ + 6CN- ® [ Fe(CN)6]4-
Fe3+ + 6CN- ® [ Fe(CN)6]3-
Jika moleku-molekul netral yang terlibat sebagai ligan dalam
pembentukan komplek, muatan pada ion komplek tetap sama dengan muatan
pada atom pusatnya.:
Ag+ + 2NH3 ® [ Ag(NH3)2]+
Ni2+ + 6NH3 ® [ Ag(NH3) 6]2+
Komplek dengan ligan-ligan campuran biasa mempunyai muatan yang sangat berbeda-beda:
Co3+ + 4NH3 + 2NO2- ® [ Co(NH3)4(NO2)2]+ (positif)
Co3+ + 3NH3 + 3NO2- ® [ Co(NH3)3(NO2)3] (netral)
Co3+ + 2NH3 + 4NO2- ® [ Co(NH3)2(NO2)4]- (negatif)
Pembentukan komplek dalam analisis anorganik kualiltatif sering
terlihat dan dipakai untuk pemisahan atau identifikasi. Salah satu
fenomena yang paling umum yang muncul bila ion komplek terbentuk adalah
perubahan warna dalam larutan. Beberapa contoh adalah:
Cu2+ + 4NH3 ® [ Cu(NH3)4]2+
Biru biru tua
Fe2+ + 6CN- ® [ Fe(CN)6]4-
hijau muda kuning
Ni2+ + 6NH3 ® [ Ag(NH3) 6]2+
Hijau biru
Fe2+ + 6F- ® [ FeF6]3-
Hijau biru
Fenomena lain yang penting yang sering terlihat bila komplek
terbentuk adalah kenaikan kelarutan: banyak endapan biasa melarut karena
pembentukan komplek, pembentukan komplek adalah penyebab dari
melarutnya endapan dalam reagensia yang berlebihan.
5.2 Stabilitas Komplek-komplek.
Dengtan menerapkan hukum kesetimbangan dissosiasi. Prinsip yang
serupa juga dapat diterapkan pada komplek-komplek. Salah satu contoh
komplek disianoargentat(I) [Ag(CN)2]-. Ion ini berdisosiasi dengan
membentuk ion-ion perak dan sianida:
[Ag(CN)2]- Û Ag+ + 2CN-
Fakta bahwa disosiasi demikian memang berlangsung dapat dibuktikan
dengan mudah dengan eksperimen. Ion-ion perak yang merupakan hasil
disosiasi dapat diendapkan oleh gas hydrogen sulfida sebagai perak
sulfida Ag2S dan juga logam sulfida dapat didepositkan diatas katoda
dari larutan dengan elektrolisis. Dengan memberlakukan hukum kegiatan
masa pada disosiasi , kita dapat menyatakan tetapan disosiasi atau
tetapan ketidak stabilan sebagai berikut:
K = (Ag+) x (CN-)
[Ag(CN)2]-
Tetapan ini mempunyai nilai 1,0 x 10-21 pada suhu kamar. Dengan
meneliti rumus ini, tentu akan jelaslah bahwa jika ion sianida ada
dengan berlebihan, konsentrasi ion perak dalam larutan harus sangat
kecil. Semakin kecil nilai tetapan ketidak stabilan, semakin stabillah
komplek itu dan sebaliknya.
Tabel. Tetapan ketidak stabilan ion-ion komplek
S/N
DISSOSIASI KOMPLEK
NILAI K
1
[Ag(NH3)2]- Û Ag+ + 2NH3
6,8 x 10-3
2
[Ag(S2O3)2]3- Û Ag+ + 2S2O32-
1,0 x 10-18
3
[Ag(CN)2]- Û Ag+ + 2CN-
1,0 x 10-21
4
[Cu(CN)4]3- Û Cu+ + 4CN-
5,0 x 10-28
5
[Cu(NH3)4]2+ Û Cu2+ + 4NH3
4,6 x 10-14
6
[Cd(NH3)4]2+ Û Cd2+ + 4NH3
2,5 x 10-7
7
[Cd(CN)4]2- Û Cd2+ + 4CN-
1,4 x 10-17
8
[CdI4]2- Û Cd2+ + 4I-
5 x 10-7
9
[HgCl4]2- Û Hg2+ + 4Cl-
6,0 x 10-17
10
[Hg(CN)4]2- Û Hg2+ + 4CN-
4.0 x 10-42
VI. REAKSI OKSIDASI-REDUKSI
6.1 Oksidasi dan Reduksi.
Semua reaksi yang disebut dalam seksi didepan adalah reaksi
penggabungan-ion, dimana bilangan oksidasi(valensi) spesi-spesi yang
bereaksi tidaklah berubah. Namun terdapat sejumlah reaksi dalam mana
keadaan oksidasi berubah yang diserrtai dengan pertukaran electron
antara pereaksi. Ini disebut reaksi oksidasi-reduksi atau Redok.
Dari sejarahnya istilah oksidasi diterapkan untuk process-proces
dimana oksidasi diambil oleh suatu zat. Maka reduksi dianggap sebagai
process dimana oksigen diambil dari dalam suatu zat. Kemudian
penangkapan hydrogen juga disebut reduksi, sehingga kehilangan hydrogen
harus disebut oksidasi.
Beberapa contoh reaksi redok:
1. Reaksi antara ion besi(III) dan timah(II) menuju terbentuknya besi(II) dan timah(IV):
2Fe3+ + Sn2+ ® 2Fe2+ + Sn4+
Jika reaksi ini dijalankan dengan hadirnya asam klorida, hilangnya
warna kuning (cirri khas Fe3+) dapat diamati dengan mudah. Dalam reaksi
ini Fe3+ direduksi menjadi Fe2+ dan Sn2+ dioksidasi menjadi Sn4+.
Sebenarnya apa yang terjadi adalah bahwa Sn2+ memberikan
electron-elektron kepada Fe3+, sehingga terjadilah serah terima
electron.
2. Jika sepotong besi dibenamkan dalam larutan tembaga sulfat, besi
ini akan tersalut logam tembaga yang merah, sementara itu dapatlah
dibuktikan adanya besi(II) dalam larutan. Reaksi yang berlangsung
adalah:
Fe + Cu2+ ® Fe2+ + Cu
Dalam hal ini logam besi menyumbangkan electron-elektron kepada ion
tembaga (II). Fe teroksidasi menjadi Fe2+ dan Cu2+ tereduksi menjadi Cu.
3. Pelarutan zink dalam asam klorida juga merupan reaksi oksidasi-reduksi :
Zn + 2H+ ® Zn2+ + H2
Elektron diambil oleh H+ dari dalam Zn, atom hydrogen tanpa muatan
bergabung menjadi molekul H2 dan keluar dari larutan. Disini Zn
dioksidasi menjadi Zn2+ dan H+ direduksi menjadi H2
4. Dalam suasana asam, ion bromat mampu mengoksidasi iodida menjadi iod, sementara dirinya direduksi menjadi bromida.
BrO3- + 6H+ + 6I- ® Br- + 3I2 + 3H2O
Tidak mudah untuk mengikuti serah terima electron dalam hal ini,
karena suatu reaksi asam basa (penetralan H+ menjadi H2O) berimpit
dengan tahap redoknya. Namun nampak bahwa enam ion iodida kehilangan
enam electron, yang pada gilirannya diambil oleh sebuah ion bromat
tunggal.
Melihat contoh-contoh ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan umum
dan dapatlah didefinisikan oksidasi dan reduksi dengan cara berikut:
(i) Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan hilangnya satu
electron atau lebih dari dalam zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu
unsur dioksidasi , keadaan oksidasinya berubah keharga yang lebih
positif. Suatu zat pengoksidasi adalah zat yang memperoleh electron dan
dalam proses itu zat itu direduksi. Definisi oksidasi ini sangat umum,
karena itu berlaku juga untuk proses dalam zat padat, lelehan maupun
gas.
(ii) Reduksi sebaliknya adalah suatu proses yang mengakibatkan
diperolehnya satu electron atau lebih oleh zat ( atom, ion atau
molekul). Bila suatu unsur direduksi, keadaan oksidasi berobah menjadi
lebih negatif. Jadi suatu zat pereduksi adalah zat yang kehilangan
electron, dalam proses itu zat ini dioksidasi. Definisi reduksi ini juga
sangat umum dan berlaku juga untuk proses dalam zat padat, lelehan
maupun gas.
(iii) Dari semua contoh yang dikutip nampak bahwa selalu oksidasi
dan reduksi selalu berlangsung dengan serempak. Ini sangat jelas, karena
electron yang dilepaskan oleh sebuah zat harus diambil oleh suatu zat
yang lain
6.2. System Redoks setengah –sel
Meskipun semua reaksi oksidasi-reduksi didasarkan pada serah terima
electron, hal ini tak selalu nampak dari persamaan rekasinya.
Proses-proses ini lebih baik untuk dipahami jika dipecah menjadi dua
tahap yang terpisah, oksidasi suatu zat dan reduksi suatu zat yang lain.
Contoh reaksi setengah sel.
a) Reaksi antara besi(III) dan timah(II)
2Fe3+ + Sn2+ ® 2Fe2+ + Sn4+
terdiri dari
(i). Reduksi ion besi (III)
2Fe3+ + 2e- ® 2Fe2+
(ii). Oksidasi ion timah (II)
Sn2+ ® Sn4+ + 2e-
Dalam tahap-tahap ini perlu untuk mencantumkan jumlah eksak electron
yang dilepaskan atau diambil agar muatan berimbang. Mudah untuk melihat
dari tahap-tahap ini apa yang sebenarnya terjadi jika reaksi
berlangsung, electron dilepaskan oleh Sn2+ dan diambil oleh F3+. Dapat
juga dilihat bahwa persamaan (i) merupakan penjumlahan (ii) dan (iii),
tetapi electron saling meniadakan dalam penjumlahan itu.
b. Reaksi anatar logam besi dengan ion tembaga
Fe + Cu2+ ® F2+ + Cu
Terdiri dari :
(i) Reduksi Cu2+
Cu2+ + 2e- ® Cu
(ii) Oksidasi Fe
Fe ® F2+ + 2e-
Kedua electron yang dilepaskan oleh Fe diambil oleh Cu2+ dalam proses ini.
c. Pelarutan zink dalam asam
Zn + 2H+ ® Zn2+ + H2
Terdiri dari :
(ii) Reduksi H+
2H+ + 2e- ® H2
(ii) Oksidasi Zn
Zn ® Zn2+ + 2e-
Pada umumnya, tiap reaksi oksidasi-reduksi dapat dianggap sebagai
jumlah tahap oksidasi dan reduksi. Harus ditekankan bahwa tahap-tahap
indifidu ini tak dapat berlangsung sendiri, tiap tahap oksidasi haruslah
disertai suatu tahap reduksi dan sebaliknya. Tahap reduksi ataupun
oksidasi yang melibatkan pelepasan ataupun pengambilan electron sering
disebut reaksi setengah sel, karena dari gabungan mereka dapat disusun
sel galvanic (baterai).
Semua reaksi oksidasi-reduksi yang digunakan dalam contoh diatas
berlangsung dalam satu arah, biasanya ditulis panah tunggal dalam semua
reaksi, termasuk reaksi setengah selnya. Namun jika diperiksa satu
reaksi setengah sel secara tersendiri, dapatlah dikatakan bahwa biasanya
reaksi ini reversible. Jadi sementara Fe3+ dapat direduksi menjadi
Fe2+, demikian pula Fe2+ dapat dioksidasi Fe3+ dengan zat yang sesuai
(misalnya MnO4-). Sangat lah logis untuk menyatakan reaksi-reaksi
setengah sel ini sebagai kesetimbangan kimia, yang juga melibatkan
electron, misalnya:
Fe3+ + e- Û Fe2+
Zn4+ + 2e- Û Zn4+
Cu2+ + 2e- Û Cu
Sn2+ + 2e- Û Sn4+
Zat –zat yang terlibat dalam kesetimbangan semacam itu membentuk suatu system redok
6.2. Memberimbangkan persamaan reaksi Oksidasi-reduksi
Agar persamaan reaksi oksidasi reduksi itu berimbang haruslah dicari
beberapa electron yang dilepaskan oleh zat pereduksi dan diambil zat
pengoksid . ini dapat dilakukan dengan mudah jika persamaan reaksi
setengah sel dari system redok yang dilibatkan itu diketahui.
Pada umumnya, memberimbangkan persamaan reaksi oksidasi-reduksi dilakukan dengan mengambil langkah sebagai berikut:
1. Pastikan produk-produk reaksi
2. Nyatakan persamaan reaksi setengah sel dari tahap reduksi dan tahap oksidasi yang dilibatkan.
3. Gandakan tiap persamaan setengah sel dengan suatu factor, sehingga kedua persamaan mengandung banyak electron yang sama.
4. Akhirnya, tambahkan persamaan –persamaan ini dan saling tiadakan
zat-zat yang muuncul pada ruas kiri dan ruas kanan dari persamaan yang
diperoleh.
Contoh 1 :
Uraikan reaksi redok yang berlangsung antara Fe3+ dan Sn2+.
Langkah penyelesaian sbb:
1. Harus diketahui bahwa produknya adalah Fe2+ dan Sn4+.
2. Reaksi setengah selnya adalah :
(i) Fe3+ + e- Û Fe2+
(ii) Sn2+ Û Sn4+ + 2 e-
3. kalikan (i) dengan 2, sehingga didapatkan jumlah electron (i) dengan (ii) sama
2 Fe3+ + 2 e- Û 2 Fe2+
4. Jumlahkan kedua persamaan
2 Fe3+ + 2 e- + Sn2+ Û 2 Fe2+ + Sn4+ + 2 e-
Disederhanakan menjadi :
2 Fe3+ + Sn2+ Û 2 Fe2+ + Sn4+
Contoh 2 : Ion bromat dapat direduksi oleh iodida dalam suasana asam. Tulis persamaan reaksinya.
1. diketahui bahwa produk reaksi ini adalah ion bromida, Iod dan Air (Br- ,I2 dan H2O)
2. Jadi reaksi setengah selnya adalah sbb:
(i) BrO-3 + 6H+ + 6e- ® Br- + 3H2O
(ii) 2I- ® I2 + 2e-
3. Kalikan persamaan (ii) dengan 3, untuk mendapatkan jumlah elektronnya sama.
6I- ® 3 I2 + 6e-
4. Jumlahkan kedua persamaan tersebut:
BrO-3 + 6H+ + 6e- + 6I- ® Br- + 3I2 + 3H2O + 6e-
Disederhanakan menjadi:
BrO-3 + 6H+ + 6I- ® Br- + 3I2 + 3H2O
6.3 Zat pengoksid dan pereduksi
6.3.1. Kalium permanganat, KMnO4,
Merupakanzat padat coklat tua yang menghasilkan larutan ungu, bila
dilarutan dalam air yang merupakan cirri kas untuk ion permanganat.
Kalium permanganat merupakan zat pengoksid kuat yang bekerja berlainan
menurut pH dari medium.
6.3.2. Kalium dikromat K2Cr2O7
Zat pengoksid kuat ini merupakan zat padat jingga merah, yang
menghasilkan larutan jingga dalam air. Dalam larutan asam kuat, ion
dikromat direduksi menjadi kromat(III).
Cr2O-7 + 14H+ + 6e- ® 2Cr3+ + 7H2O
6.3.3. Asam nitrat HNO3
Kerja oksidasi asam nitrat bergantung pada konsentrasi asam dan
tempratur larutan. Larutan nitrat pekat atau setengah pekat kebanyakan
digunakan untuk melarutkan logam dan endapan, rekasinya sbb:
3Ag + HNO3 + 3H+ ® 3Ag+ + NO + 2H2O
6.3.4. Pengoksidasi yang lain, seperti : Halogen, Cl2, Br2, I2,
aquaregia atau air raja (campuran HCl pekat dengan HNO3 pekat), hydrogen
peroksida(H2O2)
6.3.5. Asam Iodida, HI ( ion iodida I- )
ion iodida dalam reaksinya mereduksi sejumlah zat, sementara ion ini sendiri dioksidasi menjadi iod, reaksinya sebagai berikut :
2 I- ® I2 + 2e-
Bilangan oksidasi iod berubah dari –1 menjadi 0, ion iodida
kebanyakan ditambah dalam bentuk kalium iodida KI. Reduksi dengan I-
misalnya:
6 I- + BrO-3 + 6H+ ® 3 I2 + Br- + 3H2O
5 I- + IO-3 + 6H+ ® 3 I2 + 3H2O
Jika suatu larutan kalium iodida diasamkan dengan asam khlorida
pekat dan larutan ditinggalkan sehingga terkena udara, lambat laun
larutan itu akan menjadi kuning dan kemudian coklat, karena oksidasi
oleh oksigen dari udara :
4 I- + O2 + 4H+ ® 2I2 + 2H2O
6.3.6. Timah (II) klorida, SnCl2
Ion timah II merupakan pereduksi kuat. Bila dioksidasi menjadi
timah(IV) bilangan oksidasi timah meningkat dari +2 menjadi +4,
berpadanan dengan lepasnya 2 elektron:
Sn+2 ® Sn+4 + 2e-
Beberapa reduksi dengan timah (II) adalah sbb:
Sn+2 + 2HgCl2 ® Sn+4 + Hg2Cl2 + 2Cl-
Sn+2 + Hg2Cl2 ® Sn+4 + 2Hg + 2Cl-
Sn+2 + Cl2 ® Sn+4 + 2Cl-
Larutan SnCl2 tak tahan disimpan karena oksigen dari udara akan mengoksidasi ion timah(II) :
2Sn+2 + O2 + 4H+ ® 2Sn+4 + 2H2O
6.3.7. Logam seperti Zink,Besi dan Aluminium
Logam ini sering kali digunakan sebagai bahan pereduksi. Kerja
mereka disebabkan oleh pembentukan ion, biasanya ion itu ada dalam
keadaan oksidasi terendah:
Zn ® Zn2+ + 2e-
Fe ® Fe2+ + 2e-
Fe ® Fe2+ + 2e-
Zink dapat digunakan untuk reduksi baik dalam suasana asam maupun basa.
VII. TEKNIK EKSPERIMENT ANALISIS ANORGANIK KUALITATIF.
Analisa kualitatif dapat dilakukan pada bermacam-macam skala. Dalam
analisa makro kuantitas zat yang dikerjakan adalah berkisar antara 0,5 –
1 gram dan volume larutan yang diambil untuk analisis sekitar 20 ml.
Sedangkan analisis semimikro, kuantitas zat yang digunakan untuk
analisis dikurangi dengan faktor 0,1 – 0,05, yakni sekitar 0,05 gram dan
volume larutan sekitar 1 ml. Untuk analisis mikro faktor itu adalah
0,01 atau kurang.
Diantara teknik analisa diatas, yang terbaik diantaranya adalah jenis analisa semimikro, diantara keunggulannya adalah sbb:
1. Pengurangan konsumsi zat-zat sehingga diperoleh cukup penghematan dalam anggaran laboratorium.
2. Kecepatan analisis lebih tinggi, karena bekerja dengan kuantitas
zat yang lebih sedikit dan penghematan waktu dalam melakukan pelbagai
operasi standard.
3.Ketajaman pemisahan yang meningkat, misalnya mencuci endapan dapat dilakukan dengan cepat dan efisien.
4.Penghematan ruangan.
Didalam analisis kualitatif, dikenal dua macam uji, yakni uji reaksi
kering dan uji reaksi basah. Reaksi kering dapat diterapkan untuk
zat-zat padat sedangkan reaksi basah diterapkan untuk zat-zat yang
berada dalam bentuk larutan.
7.1. Reaksi kering
Adalah jenis reaksi yang dapat dilakukan terhadap zat-zat yang
berada dalam keadaan kering, yakni tanpa melarutkan contoh, diantara
reaksi kering adalah sbb:
7.1.1 Pemanasan, Zat ini ditaruh dalam sebuah tabung pengapian
(tabung bola) yang dibuat dari pipa lunak dan dipanasi dengan nyala
bunsen, hasil reaksi dapat ditandai dengan adanya perubahan warna atau
dibebaskannya suatu gas yang dapat dikenali dengan sifat-sifat khasnya.
7.1.2 Uji Pipa tiup, Nyala bunsen, merupakan suatu nyala mereduksi
yang dihasilkan dengan menaruh mulut pipa-tiup tepat diluar nyala dan
meniup dengan lembut sehingga kerucut dalam berayun-ayun pada zat yang
diperiksa. Suatu nyala pengoksid diperoleh dengan memegang mulut
pipa-tiup itu kira-kira sepertiga kedalam nyala dan meniup dengan lebih
kuat dalam arah sejajar dengan puncak pembakar.
7.1.3 Uji Spectroskopi. Spectra nyala, satu-satunya cara yang
berharga untuk memanfaatkan uji nyala dalam analisis ialah
memisah-misahkan cahaya atas rona-rona komponennya dan mengidentifikasi
kation yang ada oleh perangkat rona yang khas. Alat yang digunakan untuk
memisahkan cahaya menjadi warna-warna penyusunnya disebut Spektroskop.
B
A
C
D
Spektroskop terdiri dari kolimator A yang melepaskan berkas sinar
sejajar pada prisma B, yang dipasang pada suatu meja putar, Telekoskop C
dapat mengamati spektrum sinar.dan sebuah tabung D yang berisikan skala
garis-garis rujukan yang dapat diimpitkan pada spektrum. Teleskop ini
dikalibrasi dengan mengamati spektra zat-zat yang diketahui seperti :
Natrium chlorida, Kalium klorida dan Litium klorida. Garis-garis yang
menyolok mata ditaruh pada sebuah grafik yang digambarkan dengan panjang
gelombang sebagai ordinat dan pembagian skala sebagai absis. Kurva
panjang gelombang dari semua posisi dan juga dalam menegakkan identitas
unsur-unsur penyusun campuran.
Sebuah pembakar bunsen yang menyala ditaruh didepan kolimator A pada
jarak kira-kira 10 cm dari celah. Natrium chlorida dimasukan kedalam
bagian bawah nyala dengan kawat platinum yang bersih dan tabung yang
mempunyai celah dan bisa diubah-ubah diputar sampai garis natrium yang
dilihat dari teleskop C berada dalam posisi vertikel. Garis Natrium itu
kemudian difokuskan dengan tajam dengan mengubah-ubah tabung geser
kolimator dan teleskop. Akirnya skala D difokuskan sampai tajam. Celah
itu harus juga dibuat sempit agar posisi garis pada skala dapat dicatat
secermat mungkin.
Garis spektrum yang biasa terjadi.
S/N
UNSUR
GARIS SPEKTRUM
PANJANG GELOMBANG (NM)
1
Natrium
Kuning rangkap
589,0 589,6
2
kalium
Merah rangkap
Ungu rangkap
766,5 769,9
404,4 404,7
3
Litium
Merah
Jingga lemah
670,8
610,3
4
Talium
Hijau
535,0
5
Kalsium
Pita jingga
Hijau kekuning-kuningan
Ungu
618,2 620,3
555,4
422,7
6
Strontium
Pita merah
Jingga
674,4 622,8
606,0
7
Barium
Biru
Pita hijau
Biru lemah
460,7
553,6 534,7 524,3 613,7
487,4
7.2. Reaksi Basah
Adalah jenis reaksi yang dilakukan terhadap zat-zat yang berada dalam bentuk larutan, pengamatan dapat berupa :
1. Terbentuknya endapan
3. Perubahan warna
4. Pembebasan gas.
Diantara reaksi basah adalah sebagai berikut:
7.2.1 Reaksi pengendapan:
Adalah jenis reaksi yang dilakukan untuk mendapatkan endapan yang
diinginkan dalam suatu reaksi kimia, pengamatan biasanya pada endapan
yang terbentuk, jenis endapan tergantung kepada jenis zatnya
Contohnya :
P2+ + HCl ® PbCl2¯
Ag+ + HCl ® HgCl¯
7.2.2 Terbentuknya perubahan warna,
Adakalanya suatu reaksi membentuk hasil reaksi dengan perobahan
warna dari warna semula, perobahan warna ini dijadikan sebagai indikator
terhadap hasil reaksi yang akan dijadikan sebagai patokan untuk
menentukan jenis zat yang bereaksi.
7.2.3 Pembebasan gas,
Biasanya gas yang dihasilkan dari reaksi kimia tidak dapat diamati
dengan cara biasa, karena bentuknya yang tak bewarna, Dan kita hanya
bisa menentukan apakah gas itu ada atau tidak, untuk menentukan
keberadaan gas ini dapat dilakukan pengamatan sebagai berikut:
Misalnya gas CO2 yang dihasilkan dari reaksi antara karbonat dengan asam
CO32- + H+ -------à CO2 + H2O
CO2 yang dihasikan ditangkap dengan Air burit,
CO2 + Mg+ -----à MgCO2¯merah
7.2.4 Jenis jenis peralatan yang biasa digunakan pada reaksi basah
7.2.4.1 Tabung reaksi,
7.2.4.2 Breaker glass
7.2.4.3 Erlenmeyer
7.2.4.4 Labu ukur
7.2.4.5 Pipet tetes
7.3 Reaksi reaksi Kation,
Untuk memudahkan dalam malakukan analisa terhadap kation-kation,
maka kation dikelompokan atas golongan-golongan kation yang didasarkan
pada sifat reaksi kation terhadap reagen-reagennya, golongan tersebut
adalah :
7.3.1 Golongan I, adalah golongan yang dapat membentuk endapan
dengan Asam klorida encer, yang termasuk kelompok golongan ini adalah
tembag, Air raksa(I) dan Perak.
7.3.2 Golongan II, adalah golongan yang dapat membentuk endapan dengan Asam sulfida
7.4 Hal yang perlu diperhatikan sewaktu mempelajari reaksi-reaksi ion.
7.4.1 Pembuatan reagen sebaiknya dalam bentuk molar untuk memudahkan dalam penghitungan konsentrasinya
7.4.2 Dalam melakukan analisa perlu melakukan pencatatan terhadap
reagensia, perubahan-perubahan dalam reaksi dan persamaan rekasinya.
Cara membuat catatan yang lebih effisien adalah dengan membuat
kolum-kolum yang terdiri dari “UJI” yang berisikan reagensia penguji,
“PENGAMATAN” yang berisikan perubahan yang diamati dan “PENJELASAN” yang
berisikan bentuk reaksi yang terjadi.
S/N
UJI
Gol.I Pb2+
PENGAMATAN
PENJELASAN
1
HCL
Endapan putih
+ NH3
Tak ada perobahan
+ Air Panas
Larut
2
H2S
Endapan hitam
+ HNO3 pekat
Endapan putih
3
NH3
Endapan putih
+ berlebihan
larut
4
NaOH
Endapan putih
+ berlebihan
larut
S/N
UJI
Gol I, Hg+
PENGAMATAN
PENJELASAN
1
HCL
Endapan putih
+ NH3
Endapan hitam
+ Air Panas
Tak ada perobahan
2
H2S
Endapan hitam
+ HNO3 pekat
Endapan hitam
3
NH3
Endapan hitam
+ berlebihan
Tak ada perobahan
4
NaOH
Endapan hitam
+ berlebihan
Tak ada perobahan
S/N
UJI
Gol I, Ag+
PENGAMATAN
PENJELASAN
1
HCL
Endapan putih
+ NH3
larut
+ Air Panas
Tak ada perobahan
2
H2S
Endapan hitam
+ HNO3 pekat
larut
3
NH3
Endapan coklat
+ berlebihan
Larut
4
NaOH
Endapan coklat
+ berlebihan
Tak ada perobahan
Tabulasi reaksi-reaksi kation Golongan I
S/N
REAGENSIA
Pb+
Hg+
Ag+
1
HCl
Putih, PbCl2
Putih, Hg2Cl2
Putih, AgCl
+ NH3
Tak ada perobahan
Hitam, Hg
Larut(Ag(NH3)2)2+
+ Air panas
Larut
Tak ada perobahan
Tak ada perobahan
2
H2S (+HCl)
Hitam, PbS¯
Hitam, Hg¯ + HgS¯
Hitam, AgS¯
+HNO3 didihkan
Putih, PbSO4¯
Hitam, Hg2(NO3)2S¯
Larut, Ag+
3
NH3 sedikit
Putih, Pb(OH)2¯
Hitam, HgNH2NO2¯
Coklat, Ag2O¯
+Berlebihan
Tak ada perobahan
Tak ada perobahan
Larut
4
NaOH sedikit
Putih, Pb(OH)2
Hitam, Hg2O
Coklat, Ag2O
+Berlebihan
Larut, (Pb(OH)4)2-
Tak ada perobahan
Tak ada perobahan
Comments
Post a Comment